XL Luncurkan Paket Data Baru, Tawarkan Kuota Gratis hingga 3GB

   Menjelang ulang tahun ke-23 di bulan Oktober, XL Axiata terus meningkatkan layanan dan inovasi yang ditawarkannya. Salah satunya melalui kehadiran produk baru bernama paket 'Xtra Kuota Zero'.

Paket ini memungkinkan pengguna XL Prabayar yang sudah berlangganan paket Xtra Combo memperoleh kuota tambahan hingga 3GB. Kuota tambahan ini tidak dikenai biaya tambahan alias gratis.

Menurut CMO XL Axiata, David Arcelus Oses, paket ini diharapkan dapat mendukung aktivitas digital pengguna dalam kehidupan sehari-hari.

"Kami berharap mampu tidak hanya mempertahankan pelanggan yang sudah ada, tapi juga meningkatkan jumlah pelanggan dan trafik pengguna. Akhirnya, kami berinovasi dan meluncurkan paket Xtra Kuota Zero," tuturnya dalam keterangan resminya kepada Tekno Liputan6.com
    David menuturkan, pengguna layanan data XL terus mengalami pertumbuhan signifikan. Pada semester pertama 2019, total pengguna data operator yang identik dengan warna biru ini mencapai 88 persen dari total pelanggan.

    Oleh sebab itu, XL Axiata selalu berusaha mengenali kebutuhan pelanggan lewat sejumlah produk yang sudah diluncurkan sebelumnya.

    Hasilnya, kebutuhan pengguna ternyata beragam, mulai dari akses layanan hiburan, video, hingga gim. Karenanya, XL Axiata merilis Paket Xtra Kuota Zero yang baru ini.

    Adapun paket ini akan memberikan tambahan kuota hingga 3GB per bulan tanpa biaya tambahan untuk mengakses aplikasi pilihan. Pengguna yang berlangganan paket Xtra Combo VIP, Xtra Combo Baru, dan paket Xtra Combo lain nantinya dapat memperoleh paket anyar ini.

    Akses Layanan Pilihan

    Paket ini terdiri dari dua pilihan, mulai dari yang mendukung kebutuhan sehari-hari dan hiburan hingga gim. Paket pertama dapat digunakan untuk WhatsApp, Line, Twitter, Gojek, hingga portal berita termasuk Liputan6.com.

    Sementara paket Xtra Kuota Zero kedua mendukung sejumlah aplikasi pilihan, seperti Netflix, YouTube, Iflix, Smule, Facebook, Instagram, Free Fire, Arena of Valor, dan PUBG Mobile dengan masa berlaku paket 10 hari.

    Untuk mendapatkan paket Xtra Kuota Zero harian maupun 10 hari, pengguna dapat mengaktifkannya melalui aplikasi New MyXL. Adapun paket ini sudah tersedia sejak 19 September 2019.

    Layanan Data XL Axiata

    Berdasarkan data terakhir, distribusi penggunaan layanan data oleh pengguna XL Axiata masih didominasi layanan streaming terutama video, sekitar 68 persen.

    Adapun layanan yang paling banyak digunakan mencakup YouTube, Facebook, dan Instagram, yakni sekitar 64 persen.

    Sementara layanan streaming lain yang banyak diakses adalah gim mencapai 25 persen. Lalu, ada aplikasi chatting dengan persentase 17 persen disusul media sosial sebesar 15 persen.

    Sekadar informasi, 88 persen dari seluruh pengguna XL saat ini merupakan pelanggan data. Data terbaru menunjukkan jumlah pengguna XL saat ini mencapai 56,6 juta pelanggan.

    XL pun terus melakukan perluasan dan peningkatan kapasitas jaringan di berbagai wilayah di Indonesia. Saat ini, jaringan XL telah diperkuat dengan lebih dari 127.000 BTS, termasuk lebih dari 53.000 BTS 3G dan 37.000 BTS 4G.

    Jaringan XL juga diperluas dan kini sudah mencapai lebih dari 408 kota/kabupaten di berbagai wilayah di Indonesia.

    Tidak hanya itu, XL juga berinvetasi pada jaringan fiber, transmisi, fiber, backhaul, termasuk modernisasi jaringan untuk meningkatkan layanannya.

    Share:

    Qualcomm Lanjutkan Kerja Sama dengan Huawei

     Qualcomm kembali berbisnis dengan Huawei. Menurut CEO Qualcomm, Steve Mollenkopf, Qualcomm telah melanjutkan kerja sama dengan perusahan asal Tiongkok tersebut.

    Dilansir GSM Arena, Rabu (25/9/2019), Mollenkopf mengatakan Qualcomm tidak hanya sekedar kembali menjual produknya kepada Huawei.

    Perusahaan juga sedang mencari cara untuk mengamankan kesepakatan jangka panjang dengan Huawei. Sayangnya, ia tidak mengungkapkan jenis produk yang dijual kepada Huawei.

    Huawei memang memproduksi chipset miliknya sendiri. Namun, perusahaan masih menggunakan komponen dari Qualcomm untuk perangkat-perangkatnya.

    Pada 2018 saja, Huawei menghabiskan sekitar USD 11 miliar untuk berbisnis dengan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS), termasuk Qualcomm, Intel, dan Micron.

    Seperti diketahui sebelumnya, Huawei saat ini berada di dalam daftar hitam perdagangan AS, sehingga tidak bisa menggunakan berbagai produk asal negara tersebut. Kebijakan tersebut termasuk tidak bisa menggunakan layanan-layanan Google untuk flagship smartphone terbaru, Mate 30.

    Kementerian Perdagangan AS pada Juli lalu mengumumkan akan mulai mengeluarkan lisensi khusus untuk perusahaan yang ingin melanjutkan hubungan bisnis dengan Huawei.

    Salah satu poin utamanya adalah perusahaan AS hanya akan diizinkan untuk menjual komponen yang tersedia luas, sebuah kategori yang di dalamnya termasuk chipset mobile.

    Huawei pada Agustus 2019 mendapatkan perpanjangan baru selama 90 hari untuk perjanjian lisensi perdagangan sementara dengan perusahaan-perusahaan AS. Pada bulan tersebut, dilaporkan lebih dari 130 perusahaan AS mengusahakan agar mendapatkan lisensi khusus tersebut.

    Huawei Mate 30 Meluncur Tanpa Google Play Store

    Lebih lanjut, Huawei telah mengumumkan seri Mate 30, di Jerman, Kamis (19/9/2019). Smartphone ini hadir dengan kemampuan yang menarik termasuk empat kamera belakang, tapi tanpa dukungan penuh dari Android.

    Dilansir Cnet, Huawei Mate 30 berbasis pada Android open source, yang artinya tetap berfungsi seperti perangkat Android. Namun smartphone tersebut tidak memiliki berbagai layanan atau aplikasi Google, termasuk Maps, Chrome, dan yang paling penting Play Store.

    Google Play Store merupakan bagian penting dari lisensi Google Mobile Service (GMS). Lisensi ini dimiliki hampir sebagian besar handset berbasis Android di luar Tiongkok, untuk mengakses berbagai aplikasi.

    Absennya layanan dan aplikasi Google tersebut disebabkan Huawei masih berada di dalam daftar hitam perdagangan AS. Hal ini membuat perusahaan tidak bisa berbisnis dan menggunakan layanan perusahaan-perusahaan AS, termasuk Google.

    The Verge melaporkan, ketidakhadiran layanan Google pada seri Mate 30 disampaikan langsung oleh CEO divisi produk konsumen Huawei, Richard Yu, saat mengumumkan seri Mate 30.

    "Kami tidak bisa menggunakan inti Google Mobile Service (GMS), tapi bisa menggunakan Huawei Mobile Services (HMS). Hal ini karena larangan AS, yang membuat ponsel-ponsel tersebut tidak dapat menggunakan GMS. Sehingga membuat kami menggunakan HMS yang menjalankan App Gallery Huawei pada seri ponsel Mate 30," jelas Yu.

    Share:

    Operator Seluler Tegaskan Tak Batasi Akses Internet di Kawasan Senayan

     Operator seluler menegaskan tidak membatasi akses internet di sekitar area Gedung DPR/MPR di kawasan Senayan, Jakarta, pada hari ini, Selasa (24/9/2019). Isu ini mengemuka menyusul sejumlah laporan yang menyebutkan peserta aksi di wilayah itu terkendala mengakses internet.

    Vice President Corporate Communications Telkomsel, Denny Abidin, mengungkapkan sejauh ini tidak ada imbauan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk membatasi akses internet di sana. Namun, jika memang ada beberapa orang yang tak bisa mengakses internet, hal itu karena tingginya trafik di sana, mengingat saat ini banyak peserta aksi, terutama dari kalangan mahasiswa.

    "Sejauh ini tidak ada pembatasan akses internet dan belum ada juga instruksi dari Kemkominfo. Kalau memang ada yang tidak bisa akses (internet), itu karena trafik yang padat," tutur Denny saat ditemui di kantor Telkom, Selasa (24/9/2019).

    Ia menegaskan jika ada ketentuan untuk pemblokiran akses internet, maka pihaknya akan menyampaikan hal tersebut kepada masyarakat.

    "Kalau ada pembatasan (akses internet), pasti kami informasikan," tuturnya.

    Senada dengan Telkomsel, XL Axiata, Indosat Ooredoo, dan Smartfren juga menyampaikan hal serupa. XL Axiata, misalnya, menegaskan tidak ada pembatasan akses internet di kawasan Senayan.

    "Kami tidak ada lakukan pembatasan akses internet, dan dari Kominfo juga belum ada imbauan," katanya.

    Mahasiswa Demo, Kemkominfo Belum Ada Rencana Blokir Internet


    Diwartakan sebelumnya Kemkominfo mengungkapkan belum ada rencana untuk membatasi akses internet, terkait aksi yang digelar para mahasiswa di Gedung DPR/MPR pada hari ini.

    Para mahasiswa menyuarakan penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), dan Revisi Undang-Undang KUHP (RUU KUHP).

    Aksi tidak hanya digelar di depan Gedung DPR/MPR, tetapi juga di DPRD di berbagai daerah Indonesia.

    "Tidak ada rencana itu (pembatasan akses internet). Pemblokiran tidak dilakukan hanya karena ada massa berkumpul," ungkap Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo, Ferdinandus Setu, kepada Liputan6.com, Selasa (24/9/2019).

    Pria yang akrab disapa Nando itu menjelaskan, pembatasan akses telekomunikasi hanya akan dilakukan, jika terjadi kerusuhan dan banyak beredar hoaks terkait aksi itu. Selama demonstrasi berjalan dengan aman, kata Nando, tidak akan dilakukan pembatasan akses internet.

    "Jika ada kerusuhan, kemungkinan ada korban dan hoaks beredar, baru akses internet akan diblokir," tuturnya

    Share:

    Regulasi Validasi IMEI Diwacanakan Sejak 2010

      Wakil Ketua Umum ATSI, Merza Fachys, mengungkapkan pemerintah sudah menyiapkan regulasi soal validasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) sejak 2010. Regulasi tersebut terus diwacanakan, hingga akhirnya benar-benar disiapkan pada tahun ini.

    Regulasi itu dinilai sangat dibutuhkan setelah negara diprediksi mengalami kerugian sekitar Rp 2,8 trilun karena peredaran ponsel Black Market (BM). Ponsel tersebut masuk ke pasar Indonesia tanpa membayar pajak.

    "Soal IMEI ini sudah diangkat oleh Kemenperin sejak 2010, dan ide awalnya dari pemerintah untuk mengatur gadget melalui IMEI. Tahun berikutnya diwacananakan lagi, tapi belum penting dan mendesak. Baru kemarin karena ada kerugian Rp 2,8 triliun dirasa kita harus ada regulasi tersebut," jelas Merza dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (24/9/2019).

    Operator seluler, kata Merza, sebagai salah satu pelaku dalam industri smartphone sangat mendukung regulasi tersebut. Apalagi sudah sekian tahun dikaji.

    Kendati demikian, ATSI ingin ada pembagian pertanggungjawaban yang jelas dalam penerapan regulasi tersebut. Hal ini termasuk investasi untuk sistem yang diperlukan dalam proses validasi IMEI.

    "Jangan karena didukung, semua jadi bertanggungjawab. Jangan semuanya kami yang bertanggungjawab, karena tupoksinya ada masing-masing," tutur Merza.

    Poin Keberatan ATSI

    ATSI pada 12 September 2019 mengirimkan surat berisi masukan soal regulasi validasi IMEI kepada Kemenkominfo. Selain Kemkominfo, Kemendag dan Kemenperin merupakan kementerian yang juga terlibat dalam pembuatan regulasi tersebut.

    ATSI melalui surat tersebut menyampaikan 10 masukan, dua di antaranya berisi desakan pertanggungjawaban yang jelas dalam pelaksanaan regulasi tersebut yaitu soal investasi pengadaan sistem Equipment Identity Reguters (EIR) untuk proses validasi IMEI, tidak dibebankan kepada operator seluler.

    Biaya investasi tersebut seharusnya dibebankan kepada pihak yang diuntungkan dalam penerapan regulasi tersebut, yaitu pemerintah dan vendor smartphone.

    Mengutip data Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), potensi kerugian pajak yang ditimbulkan akibat ponsel BM sekira Rp 2,8 triliun per tahun.

    Kerugian yang besar tersebut dinilai akan dapat diatasi dengan penerapan regulasi soal IMEI, sehingga pemerintah dan vendor smartphone menjadi pihak yang paling diuntungkan.

    "Jika solusi ini (regulasi IMEI) bisa mengatasi ponsel BM, maka pemerintah menjadi yang paling diuntungkan. Pedagang yang menjual barang legal juga akan diuntungkan," jelasnya.

    Selain itu, ATSI juga meminta pemerintah menunjuk kementerian terkait untuk membangun dan menyediakan Call Centre, serta Customer Service agar melayanani pendaftaran IMEI perangkat milik pelanggan. ATSI menilai hal tersebut bukan tugas pokok dan fungsi dari operator seluler.

    Share:

    Recent Posts